Rabu, 27 Oktober 2010

ASKEP KLIEN LANJUT USIA DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING AND DEATH mega ps

Assalamualaikum wr.wb.

ASKEP KLIEN LANJUT USIA DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING AND DEATH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Gerontologi dan Geriatri
a. Gerontologi : Geros  lanjut usia
Logos  ilmu
Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia.
Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan dll.
Gerontologi is comprehensive study of ageing and the problem of the aged.
Gerontologi menurut KOZIER, 1987
Ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua.
Gerontologi Nursing menurut KOZIER, 1987
Ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia.
Gerontologi menurut Miller, 1990
Cabang ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia.
Gerontologi menurut Pergeri
Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi, antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik, psikologi, dan ekonomi.
b. Geriatri : Geros  lanjut usia
Eatrie  kesehatan/medical
Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat.
Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of old age and ageing people.
Geriatri adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan akibatnya pada tubuh manusia. Dengan demikian, jelas bahwa objek geriatrik adalah manusia lanjut usia.
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek klinis, preventif dan terapeutik bagi klien lanjut usia.
Geriatri adalah bagian ilmu kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan penyakit dan kekurangannya pada lanjut usia.
Geriatri menurut Black and Jacob, 1997
Cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada masalah kedokteran, yaitu penyakit yang timbul pada lanjut usia.
Geriatri Nursing menurut KOZIER, 1987
Praktik keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua.
Geriatri Nursing adalah spesialis perawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif.

1.2 Tujuan Gerontologi dan Geriatri
a. Tujuan Gerontologi
- Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan proses penuaan.
- Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
- Mempertahankan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik jasmani, rohani maupun sosial secara optimal.
- Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
- Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
- Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
- Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
- Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat.
b. Tujuan Geriatri
- Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tinggiya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
- Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
- Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu.
- Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
- Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

1.3 Konsep Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian
Lansia menurut Setianto, 2004
Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas.
Lansia menurut Pudjiastuti, 2003
Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia menurut Hawari, 2001
Keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.
Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987
Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
Lansia menurut BKKBN, 1995
Individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi.
b. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
Menurut World Health Organization (WHO)
 Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
 Lanjut Usia (ederly) : 60-74 tahun
 Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun
 Usia Sangat Tua (very old) : di atas 90 tahun
Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian sbb:
 Pertama (fase invertus) : 25-40 tahun
 Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
 Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun
 Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia

Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
 Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun
 Masa Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun
 Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun

Menurut Biren dan Jamer, 1997
 Usia Biologis  usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup, tidak mati.
 Usia Psikologis  usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
 Usia Sosial  usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Menurut Smith and Smith, 1990
 Young old : 65-74 tahun
 Middle old : 75-84 tahun
 Old-old : lebih dari 85 tahun

1.4 Proses Menua
a. Pengertian
Proses Menua Menurut CONTANTINIDES, 1994
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Proses Menua Menurut Deskripansi
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok.

b. Perubahan Sistem Tubuh Lansia menurut Nugroho, 2000
 Perubahan Fisik
1. Sel
• Pada lansia, jumlah akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.
• Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang.
• Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati juga ikut berkurang.
• Jumlah sel otak akan menurun.
• Mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atropi.

2. Sistem Persarafan
• Rata-rata berkurangnya syaraf neucortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk, 2003).
• Hubungan persarafan cepat menurun.
• Lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khusus dengan stres.
• Mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran
• Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).
• Membran timpani atropi.
• Terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin.
• Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
4. Sistem Penglihatan
• Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.
• Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).
• Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.
• Meningkatnya ambang.
• Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
• Hilangnya daya akomodasi.
• Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksa.
5. Sistem Kardiovaskular
• Elastisitas dinding aorta menurun.
• Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
• Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
• Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi.
• Tekanan darah meningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
• Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis +350C, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun.
• Keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Pernapasan
• Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
• Menurunnya aktifitas dari silia.
• Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.
• Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernapas menurun.
• Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mm Hg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernapasan.
8. Sistem Gastrointestinal
• Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan
• Esofagus melebar.
• Sensitifitas akan rasa lapar menurun.
• Produksi asam lambung dan waktu penggosongan lambung menurun.
• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi menurun.
• Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat menyimpan.
• Serta berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem Genitourinaria
• Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, protein uria biasanya +1), Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
• Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan rekurensi buang air kecil meningkat, kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
• Pria dengan usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga +75% dari besar normalnya.
10. Sistem Endokrin
• Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal metabolik rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron.
11. Sistem Integumen
• Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
• Permukaan kulit kasar dan bersisik.
• Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun.
• Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.
• Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
• Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
• Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
• Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
• Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
12. Sistem Muskuloskeletal
• Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semakin rapuh.
• Kifosis.
• Persendian membesar dan menjadi kuku.
• Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
• Atropi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.

 Perubahan Mental
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
o Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
o Kesehatan umum
o Tingkat pendidikan
o Keturunan (Hereditas)
o Lingkungan
2. Kenangan ( Memory)
o Kenangan jangka panjang  berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan
o Kenangan jangka pendek atau seketika  0-10 menit, kenangan buruk
3. IQ (Intellegentia Quantion)
o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
o Berkurangnnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor: terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

 Perubahan Psikososial
• PENSIUN
- Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
- Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain:
 Kehilangan finansial (income berkurang)
 Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
 Kehilangan teman/kenalan atau relasi
 Kehilangan pekerjaan kegiatan.
- Beberapa kondisi faktual di kalangan para pensiunan di Indonesia, disarikan dari Kontjoro 2002 dalam Dharmodjo, 1985 adalah sbb:
1. Penurunan kondisi kesehatan ternyata tidak disebabkan secara langsung oleh pensiunan, melainkan oleh problematika kesehatan yang telah dialami sebelumnya.
2. Tidak jarang masa pensiun malahan dapat meningkatkan kesehatan, misalnya saja akibat berkurangnya beban tekanan hidup yang harus dihadapi.
3. Kalangan masyarakat mulai memandang masa pensiun sebagai masa yang berkesan dan menarik.
4. Pada masa pensiun, kemungkinan untuk bersantai berkurang, karena waktu yang ada cenderung tersita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
5. Kepuasan perkawinan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi pensiun.
6. Akan ada banyak waktu dan kesempatan bersama keluarga pasangan.
7. Penempatan ke rumah jompo, meninggalnya pasangan, mengidap penyakit serius, serta adanya cacat biasanya menyebabkan perubahan gaya hidup yang drastis pada mereka yang pensiun.

o Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awarness of mortality)
o Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
o Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic depriviation)  Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit bertambahnya biaya pengobatan.
o Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
o Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
o Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
o Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga.
o Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

 Perkembangan Spiritual
• Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,1979)
• Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970)
• Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer 1978, Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.

1.5 Konsep Loss, Mourning, Grief,Grief and Mourning, Dying and Death
a. Pengertian
Loss  Peristiwa hilangnya sesuatu atau seseorang yang sangat berarti atau bernilai bagi seseorang.
Mourning  Proses psikologis yang diakibatkan karena peristiwa kehilangan tersebut.
Grief  Reaksi emosi karena persepsi atau penghayatan peristiwa kehilangan tersebut.
Grief and Mourning Process  Proses menghadapi, mengatasi serta menyesuaikan diri terhadap peristiwa kehilangan. Proses ini mencakup tahap-tahap sebagai berikut:shock dan merasa percaya, lama kelamaam timbul kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut setelah itu pulih kembali.
Kehilangan  Suatu keadaan di mana individu terpisahkan (untuk sebagian atau seluruhnya) dari sesuatu yang sebelumnya ada atau dimilikinya. Sesuatu yang hilang tersebut dapat berupa orang yang bermakna, harta milik pribadi, kesehatan, serta pekerjaan.
Kematian  Seseorang yang dianggap sudah mati ialah apabila ia tidak lagi mempunyai denyut nadi, tidak bernafas selama beberapa menit dan ketiadaan segala refleks, serta ketiadaan kegiatan otak.
Secara kejiwaan, menghadapi proses kehilangan seperti itu, individu memerlukan mekanisme koping. Koping yang digunakan terutama berupa penyesuaian terhadap adanya perubahan yang umumnya membangkitkan stres dan kecemasan. Berdasarkan Teori Selye mengenai General Adaptation Syndrome, bahwa reaksi yang terjadi (terhadap setiap stres) akan meliputi tiga tahap berikut ini:
o Tahap Alarm
o Tahap Resistensi
o Tahap Exhaustion

b. Kematian dan Menjelang Ajal
Penuaan dihubungkan dengan kehilangan fisik, psikologis dan sosiologis mayor serta penurunan kemampuan untuk beradaptasi dan mengompensasi stressor. Lansia dapat kehilangan rasa pengendalian karena faktor-faktor seperti penurunan fisik, perubahan status dan peran, sikap budaya yang negatif, pemberitaan media massa yang negatif, dan menjadi korban kejahatan. Kehilangan seseorang yang dicintai dapat meningkatkan rasa kerentanan pada lansia, menyebabkan ketakutan dan kecemasan untuk menghadapi kenyataan, kematiannya sendiri dan menurunkan sumber-sumber koping.
Kematian Pasangan
Salah satu kehilangan yang paling berat yang dapat dialami seseorang adalah kematian pasangan. Masa menjanda atau menduda dapat secara serius mempengaruhi status finansial lansia, jaringan sosial, serta kesehatan fisik dan mental. Jika kehilangan pasangan terjadi di usia lanjut, individu tersebut mempunyai risiko yang lebih besar mengalami depresi, cemas dan penyalagunaan zat daripada orang yang lebih muda karena penurunan fleksibilitas, insiden yang lebih tinggi mengalami penyakit kronis dan kerusakan jaringan dukungan sosial. Lansia pria bahkan mempunyai resiko yang lebih besar mengalami gangguan fisik dan mental dibandingkan lansia wanita.
Selain kehilangan pasangan hidup, masalah yang belum terselesaikan dapat terus diingat sampai bertahun-tahun setelah kematian pasangan, pernikahan yang berumur panjang belum tentu sebuah pernikahan yang bahagia. Perasaan bersalah yang belum hilang yang berhubungan dengan ketidaksetiaan, penganiayaan fisik atau penyalagunaan zat atau masalah finansial setelah masa menjanda atau menduda adalah beberapa contoh dari masalah-masalah yang dapat memburuk dan menyebabkan penyakit yang serius kadang kala berlangsung sampai 10 tahun setelah kematian pasangan. Keluarga dan khusus pemberi asuhan pasangan tersebut dapat belum terselesaikan.

Kematian Anak yang sudah Dewasa
Anak yang sudah dewasa adalah bagian penting dari jaringan dukungan sosial lansia kematian anak yang sudah dewasa dapat membuat lansia lebih berduka daripada kematian pasangan karena orang tua mengharapkan anak mereka hidup lebih lama daripada mereka dan menjadi penyokong usia.

c. Pertimbangan Khusus
o Pastikan pasien menyadari akan layanan konseling, kelompok pendukung dan sumber lain tersedia untuk membantunya mengatasi kehilangan pasangan.
o Rujuk pasien yang harus menghadapi kehilangan anak yang sudah dewasa ke sumber komunitas yang tepat seperti interfaith, rohaniawan atau ahli terapi dukacita.
o Motivasi pasien mengungkapkan secara verbal ketakutan dan kekhawatirannya mengenal kematian sendiri. Persiapan akan kematian dapat menjadi pengalaman positif dan tugas perkembangan yang utama pada masa dewasa.

1.6 Konsep Perawatan Paliatif
a. Pengertian
 Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan.
 Tindakan aktif tersebut di atas artinya mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, sosial dan spiritual.
 Perawatan paliatif adalah pelayanan aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim dari berbagai disiplin ilmu.
 Tim paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter, perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja sosial medis, ahli gizi, rohaniawan dan relawan.
 Keberhasilan keperawatan paliatif bergantung pada kerja sama yang efektif dan pendekatan interdisiplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis, rohaniawan atau pemuka agama, relawan dan anggota pelayanan lain sesuai dengan kebutuhan.
 Tim harus mampu mengupayakan dan menjamin agar pasien lanjut usia mendapat pelayanan seutuhnya yang mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual. Artinya, tidak ada anggota tim yang menjadi primadona. Pemimpin tim dibantu anggotanya harus berusaha keras untuk mencapai tujuan perawatan.
 Kerjasama yang erat antara anggota tim perawatan paliatif dengan keluarga pasien dirasakan sebagai kebutuhan utama yang saling mendukung kelancaran perawatan paliatif.
 Dukungan keluarga saat masa sulit sangat penting yaitu:
o Pada saat perawatan
o Pada saat mendekati kematian
o Pada saat kematian
o Pada saat masa duka
 Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.
 Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”

b. Tujuan Perawatan Paliatif:
 Mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) daperawatan tim paliatf
 Meringankan, bukan menyembuhkan.
 Meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangat dan motivasi.
 Mengurangi beban penderitaan lanjut usia.

c. Prinsip Pemberian Perawatan Paliatif adalah memberi perawatan paripurna kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim professional.

d. Dalam memberikan perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak pada pola dasar yang digariskan oleh WHO yaitu:
 Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
 Tidak mempercepat dan menunda kematian lansia
 Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
 Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
 Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap sakit sampai akhir hayatnya.
 Berusaha mambantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien lanjut usia.

e. Kekhususan Tim Paliatif:
1. Profesi setiap anggota tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya.
2. Para profesional ini bergabung dalam satu kelompok kerja.
3. Secara bersama, mereka manyusun dan merancang tujuan akhir perawatan, melakukan langkah tujuan pendek.
4. Bila perlu, kepemimpinan dapat terbagi di antara anggota tim, bergantung pada kondisi yang paling diperlukan oleh pasien lanjut tua.
5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien.
6. Proses interaksi adalah kunci keberhasilan.

f. Kekhususan Pasien Lanjut Usia:
1. Lanjut usia menghadapai kondisi yang penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Artinya, terapi yang diberikan hanya bersifat simptomatis atau paliatif (bukan kuratif).
2. Lanjut usia cenderung mengalami kelemahan dan kerapuhan, baik fisik maupun mental.
3. dengan demikian, kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu menghadapi stres fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari lingkungannya.
4. Lanjut usia berada diambang kematian yang terutama akan menimbulkan ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan dukungan mental atau spiritual.
5. bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), faktor etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi.
g. Peran Hospis dalam membantu kematian yang bermartabat:
Secara praktis Almoger,2000 sebagai berikut:
1. Dengarkan dengan saksama semua keluhan penderita
2. Bantu penderita untuk menyembuhkan penyakitnya atau setidaknya untuk mengetahui nyerinya yang banyak terjadi pada stasium akhir. Ringankan pula semua "ketidak nyamanan" penderita diakhir hayatnya.
3. Hendaknya petugas responsif atas rasa cemas serta sedih dari penderita dan berusaha untuk meringankannya.
4. Tunjukkan kepekaan kita serta coba pahami "keterbatasan dan kekurangan fisik" yang menyertai penderita yang sakit berat.
5. Usahakan penderita sebagai manusia "utuh" dan perlakukan sesuai prinsip tersebut. Jangan perlakuka ia sebagai "anak-anak" apalagi sebagai "penghuni tempat tidur yang menghabiskan dana".
Sangat sulit menentukan waktu kapan tepatnya penderita akan meninggal oleh karenanya yang terpenting adalah mengenali gejala-gejala yang memberatkan penderita tersebut.

Cristoper's Hospice, London (dikutip oleh Sunarto,2002) hal tersebut dinyatakan sebagai Total Pain yang terdiri dari;
1. Nyeri Fisik dan gejala somatik, misalnya anoreksia, nausea, vomitus singultus, k0nstipasi, diare, pruritus, batuk, sesak nafas, astenia dan kakeksia.
2. Nyeri Psikologis, antara lain rasa takut, agresif, keputusasaan dan depresi oleh karena penderita telah dihadapkan pada diagnosa yang fatal.
3. Nyeri Sosiologis, antara lain rasa terisolasi di masyarakat, berhenti dari jabatan profesi yang berkaitan dengan pekerjaan, merasa terpisah dan berada di Rumah Sakit, masalah finansial.
4. Nyeri Spiritual, antara lain rasa takut yang berkaitan dengan eksistensi manusia dan hubungannya dengan Tuhan.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Asuhan Keperawatan Lanjut Usia dengan Loss (Kehilangan)
a. Sebab sebab kehilangan:
 Kehilangan fungsi, misalnya: fungsi seksual dan fungsi kontrol usus.
 Hilangnya gambaran diri atau citra diri.
 Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya.
 Kehilangan barang yang berharga (rumah, mobil, dan tabungan).

b. Gejala-gejala Umum:
1. Tahap 1: Merasa shock atau terpukul dan tidak percaya. Hampir semua tingkah laku yang tidak bersifat merusak merupakan sikap penyesuaian pada tahap ini.
2. Tahap 2: Munculnya kesadaran akan peristiwa kehilangan tersebut kemungkinan klien lanjut usia akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa kehilangan tersebut. Tingkah laku penyesuaian diri, yaitu mulai mengakui peristiwa kehilangan tersebut serta pengaruhnya terhadap seseorang.
3. Tahap 3: Pulih kembali, tingkah laku yang tampak, misalnya kemampuan untuk memahami dan menghayati kehilangan tersebut. Setelah itu melanjutkan kegiatan hidupnya sehari-hari dengan cara: merencanakan masa depannya, seraya mengingat kembali kejadian baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan yang diakibatkan oleh peristiwa tersebut secara realistis.

c. Penatalaksaan:
Tahap 1:
o Luangkan waktu sekurang-kurangnya 15 menit sehari untuk bercakap-cakap bersama klien lanjut usia.
o Berikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengarahkan pembicaraan.
o Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa itu berarti ia telah melakukan sesuatu yang baik.
o Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisik.
Tahap 2:
o Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut baik pada diri klien lanjut usia maupun keluarganya selama pembicaraan dengan klien lanjut usia.
o Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan perawatan diri.
Tahap 3:
o Diskusikan bersama klien lanjut usia segi-segi positif dan negatifnya peristiwa kehilangan tersebut.
o Berikan motivasi untuk merencanakan masa depannya.
o Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan melakukan sesuatu yang membahayakan fisiknya, batasi tindakan tersebut dengan menghadapkan klien lanjut usia kepada kenyataan yang ada. Intervensi dilakukan sesuai dengan tahapan yang dialami klien
o Dalam pembicaraan dengan klien lanjut usia, berilah kesempatan kepadannya untuk mengarahkan pembicaraan pada peristiwa tersebut.
o Ulangi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien agar ia dapat mencari jawabannya berkat bantuan perawat.

d. Rencana Selanjutnya:
Menyokong kesadaran klien lanjut usia akan kebutuhannya untuk tetap menghayati peristiwa tersebut.
o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia masih mempunyai dukungan baik dari keluarga maupun teman-temannya
o Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia sadar akan normalnya keadaan tersebut dan mengerti setiap orang juga mengalami proses yang sama bila mengalami kehilangan.



2.2 Asuhan Keperawatan Lansia Usia dengan Tidak ada Harapan Sembuh (yang menghadapi saat kematian)
a. Ciri-ciri atau tanda-tanda pada klien lanjut usia menjelang kematian:
1. Gerakan dan penginderaan menghilang secara berangsur-angsur. Biasaya dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.
2. Gerakan peristaltik usus menurun.
3. Tubuh klien lanjut usia tampak mengembang.
4. Badan dingin dan lembab terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya.
5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiru-biruan atau kelabu.
6. Denyut nadi mulai tidak teratur.
7. Nafas dengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya lender pada saluran pernafasan yang tidak dapat dikeluarkan olek klien lanjut usia.
8. Tekanan darahnya menurun.
9. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).

b. Hak-hak Asasi Pasien yang Menjelang Kematian:
1. Berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati.
2. Berhak untuk tetap merasa punya harapan, meskipun fokusnya dapat saja berubah-ubah.
3. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan itu, walaupun dapat berubah-ubah.
4. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah mendekat dengan caranya sendiri.
5. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatannya.
6. Berhak untuk mengharapkan akan terus mendapat perhatian medis dan perawatan walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyaman.
7. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
8. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
9. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan-pertanyaan.
10. Berhak untuk tidak ditipu.
11. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima kematian.
12. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.
13. Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak dihakimi untuk keputusan-keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.
14. Membicarakan dan memperluas pengalaman-pengalaman keagamaan dan kerohanian.
15. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati sesudah mati.
c. Sebab-sebab Kematian:
1. Penyakit
o Keganasan, misalnya:
• Carnisoma (C)
• Carnisoma Hati
• Carnisoma Paru
• Carnisoma Mammae
o Penyakit Kronis, misalnya:
• CVD (Cerebro Vascular Diseases)
• CRF (Chronic Renal Failure) = Gangguan Ginjal
• DM Gangguan Endokrin
• MCI (Myocard Infarc) = Gangguan Kardiovaskular
• COPD (Chronic Obstruction Pulmo Diseases)
2. Kecelakaan, misalnya: Epidural Haematoma

d. Tanda-tanda Kematian:
1. Pupil (bola matanya) tetap membesar atau melebar dan tidak berubah-ubah.
2. Hilangnya semua refleka dan ketiadaan kegiatan otak yang ampak jelas dalam hasil pemeriksaan EEG yang menunjukkan mendatar dalam waktu 24 jam.

e. Pengaruh Kematian:
1. Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia
• Bersikap kritis terhadap cara-cara perawatan.
• Keluarga dapat menerima keadaan kondisinya.
• Terputusnya komunikasi dengan orang lain menjelang maut.
• Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa.
• Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
• Keluarga menolak diagnosa, penolakan tersebut dapat memperbesar beban emosi keluarga.
• Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan
2. Pengaruh kematian terhadap tetangga atau teman.
• Simpati dan dukungan moril.
• Merendahkan atau mencela kemampuan tim kesehatan.



f. Tahap-tahap Menuju Kematian:
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap tetapi dapat saling tindih kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali lagi ke tahap itu. Lamanya setiap tahap dapat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila suatu tahap tertentu berlangasung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap terkecuali jika perawat mempertahankan secara seksama dan cermat.
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang dijelaskan perawat kepadanya. Ia malahan dapat menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumberprofesional dan non profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bawhwa maut sudah berada diambang pintu.
Mununjukkan tingkah laku yang tidak percaya, melanjutkan perencanaan/persiapan untuk masa depan, menolak untuk membicarakan pengobatan dengan dokter atau saat perawatan.
2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendalikan. Klien lanjut usia mudah marah terhadap perawat dan petugas-petugas kesehatan lainnya terhadap apa saja yang mereka lakukan. Pada tahap ini bagi klien lanjut usia lebih merupakan hkmah daripada kutukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini perawat kesehatan harus berhati-hati dalam memberikan penilaian dalam mengenali kemarahan dan emosi yang tak terkendalikan sebagai reaksi yang normal terhadap kematian yang perlu diungkapkan.
Marah terhadap kenyataan bahwa kematian akan dialami daalm waktu dekat dan respon ini mungkin diekspresikan kepada dokter dan perawat atau kepada pemuka agama.
3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar= menawar inilah banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti membuat surat dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang-orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar segala permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan bagian dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus dibereskan sebelum mati. Misalnya: lanjut usia mempunyai satu permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi seorang kerabat, melihat cucu terkecil, pergi makan ke restaurant dsb. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena tawar-menawar membantu klien lanjut usia memasuki tahap-tahap berikutnya.
Mencari second opinion,melakukan aktivitas yang akan memberikan mereka lebih banyak waktu.
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
Tahap ini klien lanjut usia pada hakekatnya merasakan saat-saat sedih. Klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung karena masa lampau ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri, bersamaan dengan ini harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini klien lanjut usia cenderung untuk tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum maut.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini klien lanjut usia telah membereskan urusan-urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi oleh karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja berada lama sekali dalam tahap mererima tetapi bukanlah tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah kepada maut tidak berarti menerima maut.
Menerima diagnosis dan mulai bekerja sama dalam membuat keputusan mengenai pemantauan nyeri dan mendiskusikan aspek praktik perawatan terminal.

g. Penatalaksanaan:
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
• Berikan kesempatan klien lanjut usia mempergunakan caranya sendiri dalam menghadapi kematiannya sejauh tidak merusak.
• Memfasilitasi klien lanjut usia menghadapi kematian, luangkan waktu setidak-tidaknya 10 menit sehari, baik dengan bercakap-cakap ataupun sekedar bersamannya.
2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
• Berikan kesempatan klien lanjut usia mengungkapakan kemarahannya dengan kata-kata.
• Ingatlah bahwa dalam benaknya begejolak pertanyaan “mengapa hai nin terjadi padaku?”
• Seringkali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien lanjut usia bertingkah laku.

3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
• Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan-ungkapan, seperti, seandainya saya...
• Berikan kesempatan klien lanjut usia menghadapi kematian dengan tawar-menawar.
• Tanyakan kepada klien lanjut usia kepentingan-kepentingan apakah yang masih ia inginkan. Dengan cara demikian dapat menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan keluh kesah perasaannya.
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
• Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingatlah bahwa tindakan ini sebenarnya hanyalah memnuhi kebutuhan petugas, jangan takut menyaksikan klien lanjut usia atau menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekspresian kesedihannya.anad boleh saja berduka cita dengan empati bukan simpati.
• Klien lanjut usia hanya sekedar mengisidan menghabiskan waktu untuk
perasaan-perasaannya dan bukannya mencari jawaban. Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu yang sebetulnya sudah mengetahui jawabannya.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
• Sikap Menerima  Klien lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tidak boleh menolak.
• Sikap Menyerah  Sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini terjadi, akan tetapi ia tahu bahwa akan terjadi. Jadi, klien lanjut usia tidak merasa tenang dan damai.
• Luangkan waktu untuk klien lanjut usia. Sikap keluarga akan nerbeda dengan sikap klien lanjut usia. Oleh karena itu, sedikan waktu untuk mendiskusikan perasaan mereka.
• Berikan kesempatan klien lanjut usia mengarahkan perhatiaannya sebanyak mungkin. Tindakan ino akan memberikan ketenangan dan perasaan aman.

2.3 PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Perasaan takut.
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan pertimbangan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri pasian dengan cara yang tepat.
Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein dan dektomoramid. Apabila oaring berbicara tentang perasaan takut mereka terhadsap maut, respon mereka secara tipikal mencakup perasaan takut tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang belum selesai dsb.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.

b. Emosi
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain mencela dan mudah marah.
c. Tanda Vital
Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernapasan dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan dengan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehtan seseorang.
d. Kesadaran
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat.
e. Fungsi Tubuh
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ memiliki fungsi khusus.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen b.d adanya penyumbatan slem yang ditandai dengan sesak napas.
b. Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.
c. Gangguan kesadaran b.d dsampak patologis dengan manifestasi apatis/koma.
d. Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik.
f. Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak defekasi.
g. Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc.
h. Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.
i. Gangguan psikologis b.d perubahab pola seksualitas yang ditandai dengan susah tidur, pucat, murung.
j. Cemas b.d memikirkan penyakitnya dengan keluarga.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Dx Kep: Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen b.d adanya penyumbatan slem yang ditandai dengan sesak napas.
 Tujuan: kebutuhan oksigen terpenuhi.
 Intervensi:
 Menciptakan lingkungan yang sehat.
 Mengamati dan mengkaji keadaan pernapasan pasien.
 Membersihkan slem.
 Melatih pasien untuk pernapasan.

b. Dx Kep: Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan gelisah.
 Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi.
 Intervensi:
 Mengupayakan penurunan suhu tubuh.
 Memberi obat sesuai dengan program.

c. Dx Kep: Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
 Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
 Intervensi: mempertahankan pemasukan makanan yang cukup.

d. Dx Kep: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah dan diare yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik.
 Tujuan: Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
 Intervensi: Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

e. Dx Kep: Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa hari pasien tidak defekasi.
 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (defekasi) terpenuhi.
 Intervensi: Mempertahankan kelancaran defekasi

f. Dx Kep: Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan jumlah urine berapa cc.
 Tujuan: Kebutuhan eliminasi (berkemih) terpenuhi.
 Intervensi: Mempertahankan kelancaran berkemih.

g. . Dx Kep: Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku sendi/otot.
 Tujuan: Kebutunan pergerakan (sendi/otot) terpenuhi.
 Intervensi: Memenuhi kebutuhan gerak (mobilisasi).

h. Dx Kep: Cemas b.d memikirkan penyakitnya dengan keluarga.
 Tujuan: Rasa cemas hilang/berkurang
 Intervensi: Menciptakan lingkungan yang terpenuhi.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
 Dalam melakukan pendekatan dengan subyek, dalam hal ini lansia menjelang kematian, setiap perawat akan menghadapi masalah yang berkaitan dengan kematiannya. Perawat harus menjalin hubungan dan persahabatan yang sangat baik dengan lansia dalam perawatan menjelang kematian. Pada saat lansia memasuki keadaan yang terminal, perawat bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi mereka dan memastikan tingkat pengetahuan mereka mengenai kondisinya tersebut. Setiap informasi dapat dikumpulkan dalam suatu percakapan dengan individu dan dalam konsultasi keluarga. Sangat kecil kemungkinan bahwa keluarga terdekat tidak diinformasikan mengenai kematian klien dan jika klien berharap mendapatkan informasi tersebut, perawat harus selalu menjelaskannya secara jujur.
 Dengan demikian, profesional lain tidak perlu menghabiskan waktunya untuk berhubungan dengan kematian klien. Perawat berkewajiban untuk memberikan pandangan yang jelas mengenai makna kematian bagi individu, teman dan keluarga sehingga perawatan pada klien menjelang kematian harus nyaman dan terhormat.
 Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas perilaku serta pertimbangan etika dalam pelaksanaannya.
 Perawat.tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully, but to life until you die”


3.2 Saran
Demikian sedikit informasi dari kami selaku penulis artikel ini. Tentu masih banyak sekali kekurangan yang jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun masih sangat kami butuhkan demi kemajuan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (IPTEK) saat ini. Ucapan terimakasih layaknya pantas kami persembahkan bagi para pembaca. Terakhir, ucapan maaf yang sebesar-besarnya perlu kami ungkapkan jika dalam penulisan ini kami banyak melontarkan kata-kata yang kurang berkenan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Efendi, Ferri dan Makfudli.2009.Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
2. Markonah H Hadi dan Pranaka Kris.2009.Buku Ajar Boedhi.Darmoja Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut edisi 4.Jakarta: FKUI.
3. Maryam, R, Siti dkk.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta:Salemba Medika.
4. Mubarak, Iqbal Wahid.2006.Buku Ajar Keperawatan Komunitas2.Jakarta:Sagung Seto.
5. Noorkasiani dan S, Tamher.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan pendekatan Asuhan Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
6. Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC.
7. _______________.2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3.Jakarta:EGC.
8. Suseno, Tutu April A.2005.Buku Ajar Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian, dan Berduka dan Proses Keperawatan.Jakarta:Sagung Seto
9. Stockslenger, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta:EGC.
10. Stanley, Mickey anad Gauntlett P.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:EGC.
11. Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia. Jakarta:EGC.

Wassalamualaikum wr.wb.